Bayangkan jika segala sesuatu bisa kita atur sesuai dengan kehendak kita. Mau kita bawa kemana segala sesuatu tersebut. Jika hal itu adalah orang, maka akan kita jadikan apa orang tersebut, akan kita arahkan kemana orang tersebut, untuk apa kita mengarahkan orang tersebut kepada sesuatu? Jika yang kita kuasai untuk diarahkan adalah benda, akan kita buat apa benda tersebut, akan kita ubah menjadi apa benda tersebut? Apabila kita menguasai keduanya, perubahan apa yang akan kita wujudkan?
Sepertinya berkuasa atas segala sesuatu adalah hal yang dahsyat. Memilikinya adalah karunia yang membuat orang bisa berbuat sesuai dengan yang diinginkan. Karena dahsyatnya, sepertinya hal tersebut sesuatu yang tinggi dan jauh untuk diraih. Jarak dan ukuran berada di kepala kita. Besar kecil, jauh dekat kita ciptakan untuk kita. Apa yang ingin kita capai, sebesar atau sekecil apapun, jalan yang kita gunakan untuk menempuh sejauh atau dekekat apapun juga kita ciptakan. Karena itulah kita tercipta sebagai kreator di dunia ini. Tuhan saja sudah memberikan kita hak untuk menembus penjuru langit dan bumi (dengan daya upaya) untuk menguak apa yang tidak kita tahu, memunculkan apa yang belum ada dan menciptakan apa yang tak terkira sebelumnya.
Berkaca dari hal tersebut, sebenarnya kita sudah menguasai apa yang ingin kita kuasai. Syarat utama adalah memiliki jarak, ruang dan waktu yang ada di kepala kita. Modal utama adalah menguasai diri sendiri untuk mau berubah, menjadi bagian dari perubahan dan bertekat untuk mengubah orang dan lingkungan kita. Caranya mudah, kita bikin saja percobaan untuk membuat resepnya. Jika sudah jadi, kita pasarkan untuk membuat orang lain juga menikmati kelezatan kue yang kita ciptakan.
Ramuan pertama adalah menentukan fokus perubahan apa yang akan kita wujudkan. Misalnya kita ingin memasak brownies atau membuat rendang. Berarti segala bahan dan cara kita arahkan kepada brownies atau rendang yang kita bikin. Ambil saja satu contoh, misalnya brownies. Brownies itu sendiri harus diperjelas agar keberhasilan dalam membuatnya dapat kita ketahui dengan jelas. Misalnya dengan menentukan rasa browniesnya, apakah kita ingin manis, sedikit pahit, ada rasa asinnya, dihiasi dengan asem-asem beraroma cengkih dan sebagainya. Selain rasa, warnanya mungkin juga bisa kita bikin, misalnya brownies rasa strawberi berwarna hijau mudah dihias kuning dan orange seperti pelangi. Hiasannya juga bisa kita tentukan, misalnya dengan pita pink yang diikat kupu-kupu. Ditusuk dengan gambar hati yang kita bikin di setiap sudut. Dibungkus dengan kotak berbau harum dan mengawetkannya sampai berpuluh-puluh tahun.
Agenda belajar sebagai seorang ledaer juga perlu dibuat fokus yang jelas dengan gambaran yang bebas kita ciptakan. Berbagai kriteria performance, softskill dan hardskill juga perlu untuk nantinya sebagai acuan keberhasilan dan penentuan agenda belajar memimpin selanjutnya. Misalnya agenda belajar adalah intuitive leader. Jadi berbagai tampilan dan isi yang berkaitan dengan intuisi yang digunakan dalam memimpin. Kepekaan yang kuat untuk mengenali karaker rekan atau bawahan, mengenali kebutuhan dan empatic listening untuk menampung semua aspirasi. Semuanya juga ditentukan kriteria dan standarnya. Cerita tentang brownies yang bohay juga dimunculkan sebagai cerita tentang pemimpin yang punya daya intuisi yang kuat dalam memimpin, menggunakan perpaduan hati dan pikiran untuk mengolah diri dan orang yang dipengaruhi dan mempengaruhinya.
Langkah selanjutnya adalah mengetahui sejauh apa kita bisa mengelola bahan-bahan yang ada menjadi brownies eksotik yang akan kita ciptakan. Apa kemampuan kita dari keseluruhan kerja penciptaan brownies. Perlukah menggalang kekuatan lain untuk memadukannya menjadi tenaga pencipta brownies yang hebat? Jika perlu, model kekuatan lain seperti apa yang kita butuhkan, bagaimana mengolahnya dan dengan modal apa meramunya?
Sekarang kita tengok modal impersonal (nonmanusia) yang kita miliki. Apakah bahan-bahan membuat kue brownie sudah tersedia? Jika sudah, apakah ada bahan-bahan yang masih dibutuhkan untuk menambah aroma dan rasa brownies yang aduhai? Pabila masih ada bahan yang harus dipersiapkan lagi, maka bahan apa itu, bagaimana memperolehnya, dimana dan kapan kita mengupayakannya?
Tarik ulur yang terjadi apabila kita sama sekali tidak mempunyai kekuatan membuat brownies, baik kemampuan yang ada pada diri atau bahan yang tersedia. Sebenarnya pada waktu menciptakan agenda pembelajaran atau pada waktu menetapkan akan membuat brownies, sudah dipengaruhi dengan ketersediaan sumber daya. Jadi tidak mungkin amunisi yang dibutuhkan sama sekali tidak dimiliki. Begitu juga dengan agenda pembelajaran untuk menjadi intuitive ledaer, tidak mungkin kita menetapkan agenda pembelajaran tersebut tanpa sedikit pun bayangan akan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Jika memang ada bahan atau kemampuan yang perlu diupayakan lagi, maka review dilakukan lagi ke atas untuk melihat detil fokus agenda pembelajaran. Mungkin butuh penyesuaian hiasan brownisnya atau mungkin variasi rasa dan warna tampilannya. Tarik ulur atas bawah harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memulai langkah selanjutnya.
Jika gambaran brownies yang diinginkan dan ketersediaan sumber daya sudah match, maka mulailah meramunya menjadi brownies yang lezat. Sumber daya softskill dan hardskill yang relevan diolah untuk menjadi intuitive leader yang kita inginkan. Ramuan ini bisa digali dari berbagai orang yang terlibat untuk mengimbinasikan keahlian dan sumber yang dimiliki masing-masing. Jika si Didik punya gula merah, powder, sirup, telur, dan Didin punya susu, mentega, coklat bubuk, dan Diding Boneng punya lidah yang tajam untuk merasakan setiap kombinasi bahan, maka ramuah terbaik bisa segera diciptakan. Demikian juga dengan kemampuan intuitif yang dimiliki oleh semua pemimpin yang terlibat. Ramuan bisa dijadikan formulasi untuk menciptakan blue print. Cetak biru ini dibreakdown menjadi langkah detil untuk menentukan media, metode dan model review hasil dalam memimpin secara intuitif.
Hasil ramuan mulai diujicobakan, resep membuat kue brownies dicoba. Hasilnya adalah kue brownies yang siap dicicipi. Demikian juga dengan intuitive leader. Beberapa praktek kepemimpinan intuitif diberlakukan dalam organisasi atau dalam komunitas dimana kita berkiprah. Dilakukan pencatatan dan review bersama setiap langkah yang kita lakukan dan respon yang terjadi di lapangan. Hasil review menjadi agenda pembelajaran yang baru tentang intuitive leader. Bahkan jika dari hasil tersebut, memang kemudian kedepannya lebih enak membuat kue cucur atau apem, maka kita bisa mengubah untuk tidak membuat brownies lagi. Dalam artian, pembuata kue brownies yang kita inginkan telah sukses. Atau muncul pencabangan kebutuhan bahwa yang dibutuhkan bukan cuma merasakan brownies, tapi juga butuh bikang, pukis, lumpur dan sebagainya. Demikian juga jika agenda pembelajaran baru membutuhkan empatic leader, automatic leader, provocative leader dan sebagainya.
Demikianlah, menjadi atau meramu untuk menjadi pemimpin yang kita inginkan tidak lebih dari eksperimentasi. Jadi tidak usah ragu untuk mencoba membuat ramuan kita, mengujikan dan mereview untuk membuat ramuan yang baru.
Sepertinya berkuasa atas segala sesuatu adalah hal yang dahsyat. Memilikinya adalah karunia yang membuat orang bisa berbuat sesuai dengan yang diinginkan. Karena dahsyatnya, sepertinya hal tersebut sesuatu yang tinggi dan jauh untuk diraih. Jarak dan ukuran berada di kepala kita. Besar kecil, jauh dekat kita ciptakan untuk kita. Apa yang ingin kita capai, sebesar atau sekecil apapun, jalan yang kita gunakan untuk menempuh sejauh atau dekekat apapun juga kita ciptakan. Karena itulah kita tercipta sebagai kreator di dunia ini. Tuhan saja sudah memberikan kita hak untuk menembus penjuru langit dan bumi (dengan daya upaya) untuk menguak apa yang tidak kita tahu, memunculkan apa yang belum ada dan menciptakan apa yang tak terkira sebelumnya.
Berkaca dari hal tersebut, sebenarnya kita sudah menguasai apa yang ingin kita kuasai. Syarat utama adalah memiliki jarak, ruang dan waktu yang ada di kepala kita. Modal utama adalah menguasai diri sendiri untuk mau berubah, menjadi bagian dari perubahan dan bertekat untuk mengubah orang dan lingkungan kita. Caranya mudah, kita bikin saja percobaan untuk membuat resepnya. Jika sudah jadi, kita pasarkan untuk membuat orang lain juga menikmati kelezatan kue yang kita ciptakan.
Ramuan pertama adalah menentukan fokus perubahan apa yang akan kita wujudkan. Misalnya kita ingin memasak brownies atau membuat rendang. Berarti segala bahan dan cara kita arahkan kepada brownies atau rendang yang kita bikin. Ambil saja satu contoh, misalnya brownies. Brownies itu sendiri harus diperjelas agar keberhasilan dalam membuatnya dapat kita ketahui dengan jelas. Misalnya dengan menentukan rasa browniesnya, apakah kita ingin manis, sedikit pahit, ada rasa asinnya, dihiasi dengan asem-asem beraroma cengkih dan sebagainya. Selain rasa, warnanya mungkin juga bisa kita bikin, misalnya brownies rasa strawberi berwarna hijau mudah dihias kuning dan orange seperti pelangi. Hiasannya juga bisa kita tentukan, misalnya dengan pita pink yang diikat kupu-kupu. Ditusuk dengan gambar hati yang kita bikin di setiap sudut. Dibungkus dengan kotak berbau harum dan mengawetkannya sampai berpuluh-puluh tahun.
Agenda belajar sebagai seorang ledaer juga perlu dibuat fokus yang jelas dengan gambaran yang bebas kita ciptakan. Berbagai kriteria performance, softskill dan hardskill juga perlu untuk nantinya sebagai acuan keberhasilan dan penentuan agenda belajar memimpin selanjutnya. Misalnya agenda belajar adalah intuitive leader. Jadi berbagai tampilan dan isi yang berkaitan dengan intuisi yang digunakan dalam memimpin. Kepekaan yang kuat untuk mengenali karaker rekan atau bawahan, mengenali kebutuhan dan empatic listening untuk menampung semua aspirasi. Semuanya juga ditentukan kriteria dan standarnya. Cerita tentang brownies yang bohay juga dimunculkan sebagai cerita tentang pemimpin yang punya daya intuisi yang kuat dalam memimpin, menggunakan perpaduan hati dan pikiran untuk mengolah diri dan orang yang dipengaruhi dan mempengaruhinya.
Langkah selanjutnya adalah mengetahui sejauh apa kita bisa mengelola bahan-bahan yang ada menjadi brownies eksotik yang akan kita ciptakan. Apa kemampuan kita dari keseluruhan kerja penciptaan brownies. Perlukah menggalang kekuatan lain untuk memadukannya menjadi tenaga pencipta brownies yang hebat? Jika perlu, model kekuatan lain seperti apa yang kita butuhkan, bagaimana mengolahnya dan dengan modal apa meramunya?
Sekarang kita tengok modal impersonal (nonmanusia) yang kita miliki. Apakah bahan-bahan membuat kue brownie sudah tersedia? Jika sudah, apakah ada bahan-bahan yang masih dibutuhkan untuk menambah aroma dan rasa brownies yang aduhai? Pabila masih ada bahan yang harus dipersiapkan lagi, maka bahan apa itu, bagaimana memperolehnya, dimana dan kapan kita mengupayakannya?
Tarik ulur yang terjadi apabila kita sama sekali tidak mempunyai kekuatan membuat brownies, baik kemampuan yang ada pada diri atau bahan yang tersedia. Sebenarnya pada waktu menciptakan agenda pembelajaran atau pada waktu menetapkan akan membuat brownies, sudah dipengaruhi dengan ketersediaan sumber daya. Jadi tidak mungkin amunisi yang dibutuhkan sama sekali tidak dimiliki. Begitu juga dengan agenda pembelajaran untuk menjadi intuitive ledaer, tidak mungkin kita menetapkan agenda pembelajaran tersebut tanpa sedikit pun bayangan akan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Jika memang ada bahan atau kemampuan yang perlu diupayakan lagi, maka review dilakukan lagi ke atas untuk melihat detil fokus agenda pembelajaran. Mungkin butuh penyesuaian hiasan brownisnya atau mungkin variasi rasa dan warna tampilannya. Tarik ulur atas bawah harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memulai langkah selanjutnya.
Jika gambaran brownies yang diinginkan dan ketersediaan sumber daya sudah match, maka mulailah meramunya menjadi brownies yang lezat. Sumber daya softskill dan hardskill yang relevan diolah untuk menjadi intuitive leader yang kita inginkan. Ramuan ini bisa digali dari berbagai orang yang terlibat untuk mengimbinasikan keahlian dan sumber yang dimiliki masing-masing. Jika si Didik punya gula merah, powder, sirup, telur, dan Didin punya susu, mentega, coklat bubuk, dan Diding Boneng punya lidah yang tajam untuk merasakan setiap kombinasi bahan, maka ramuah terbaik bisa segera diciptakan. Demikian juga dengan kemampuan intuitif yang dimiliki oleh semua pemimpin yang terlibat. Ramuan bisa dijadikan formulasi untuk menciptakan blue print. Cetak biru ini dibreakdown menjadi langkah detil untuk menentukan media, metode dan model review hasil dalam memimpin secara intuitif.
Hasil ramuan mulai diujicobakan, resep membuat kue brownies dicoba. Hasilnya adalah kue brownies yang siap dicicipi. Demikian juga dengan intuitive leader. Beberapa praktek kepemimpinan intuitif diberlakukan dalam organisasi atau dalam komunitas dimana kita berkiprah. Dilakukan pencatatan dan review bersama setiap langkah yang kita lakukan dan respon yang terjadi di lapangan. Hasil review menjadi agenda pembelajaran yang baru tentang intuitive leader. Bahkan jika dari hasil tersebut, memang kemudian kedepannya lebih enak membuat kue cucur atau apem, maka kita bisa mengubah untuk tidak membuat brownies lagi. Dalam artian, pembuata kue brownies yang kita inginkan telah sukses. Atau muncul pencabangan kebutuhan bahwa yang dibutuhkan bukan cuma merasakan brownies, tapi juga butuh bikang, pukis, lumpur dan sebagainya. Demikian juga jika agenda pembelajaran baru membutuhkan empatic leader, automatic leader, provocative leader dan sebagainya.
Demikianlah, menjadi atau meramu untuk menjadi pemimpin yang kita inginkan tidak lebih dari eksperimentasi. Jadi tidak usah ragu untuk mencoba membuat ramuan kita, mengujikan dan mereview untuk membuat ramuan yang baru.
Rudi Cahyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar